"by me"
Tria Sang Penakluk Mimpi
Hujan kata turun pelan-pelan Mencari makna.
Selasa, 24 April 2012
Puisi dan Sketsaku_"Cinta Api pada Selembar Daun"
"by me" |
Cinta Api pada Selembar Daun
dalam halusinasi:
aku berpikir,”
benarkah jilat api tidak mengenal nurani?”
saat kusaksikan angin pucat
meradang
pada jejak-jejak penabuh
peluh
dan air mata
dan air mata
lantaran menjemput ajal
tanpa
serat-serat nyawa
serat-serat nyawa
dan
tak sekedar mengumpulkan
bangkai berpeluk dosa
bangkai berpeluk dosa
perasaan pahit bertahan menanam akar
bermula dari
ketulusan akan cinta
saat tersadar:
jilat api menyisakan
noda hijau di antara lembaran noda-noda kelam
dan menundukkan bara
di bawah isak ruang-ruang duka
:semoga bukan
sekedar halusinasi
Puisi dan Sketsaku_"Lebih Hujan dari Badai yang Kemarin"_
Lebih Hujan dari Badai yang Kemarin_"by me"_ |
Lebih Hujan dari Badai yang Kemarin
:catatan perjalanan
perahu kertas
angin menuntun,
pada gerbang yang mengantarkan pagi
melewati pulau demi
pulau
melewati jalan licin
dan bercecabang
sampai pula aku mendengar
lantunan musik lugu,
dan di dermaga
berikutnya
aku berkenalan sorot mata mungil yang terbaca
terampas lelah,
kuputuskan jalan
pulang
-ada lirik ruyup
mendayung perahu berujung di tempat tanpa peta-
aku tiba,
di pulau hijau muda
ada butiran-butiran
tak terpejam
-lebih hujan dari
badai yang kemarin-
kubiarkan kertas ini pudar untuk mendengarnya,....
Sketsa dan Kataku_ "Lelaki Teka-Teki"_
_"by me"_ |
/Ia
mengenalinya dalam diam. Lebih diam, dan menjadikan senyap apa yang
terencana dalam pikirannya . Diantara waktu yang berjalan, tidak pula ada kata
yang terucap. Diantaranya hanya sekedar isyarat. Dan tak menahu kenapa Ia masih
saja duduk dan bertahan? Sedang Ia tahu tak sebatang lilinpun dalam gelap.
Di kala dudukpun, Ia telah melihat jikalau layang-layang sudah jauh pergi
tanpa seutas benang/
.....................................................
Ganjil: tentang diam_
Sabtu, 14 April 2012
Puisiku berjudul_Aku Bukan Peminta!
Add caption |
Aku bukan peminta!
Layaknya yang kau dengar, kau obrolkan
hanyalah itu-itu saja.
Senandung lagu bengis pada pelupuk mata, pada
kantong recehan yang bersisa, serak suara ini menjadi patung-patung tak
berharga.
Dandananku memang urakan, tapi tidaklah
sepertimu, mengendap-endap mencari mangsa tanpa berkaca pada semut-semut yang
kau tipu daya.
Pada senja yang tak memihak,
renta tubuhku dimakan usia, sekadar jerit
hitam menjemput maut di kamar kampungan menghabiskan
segala kenangan.
:Tentang lima cucuku,
meronta, mengelus perut hingga kemarin lusa,
akhirnya, bumi tak mengijinkannya menggantung dosa pada pepohonan
berlarut-larut usia. Ia tak mau, melihat nasib cucuku yang bisanya hanya
memperkosa tanah-tanah haram, dari bayang-bayang kaum teraniaya.
Langganan:
Postingan (Atom)